“Kelezatan mengikuti rasa cinta.
Ia akan menguat mengikuti menguatnya cinta & melemah pula seiring dengan melemahnya cinta.
Setiap kali keinginan terhadap al-mahbub (sosok yang dicintai) serta kerinduan kepadanya menguat maka semakin sempurna pula kelezatan yang akan dirasakan tatkala sampai kepada tujuannya tersebut.
Sementara rasa cinta & kerinduan itu sangat tergantung kepada ma’rifah/pengenalan & ilmu tentang sosok yang dicintai.
Setiap kali ilmu yang dimiliki tentangnya bertambah sempurna maka niscaya kecintaan kepadanya pun semakin sempurna.
Apabila kenikmatan yang sempurna di akherat serta kelezatan yang sempurna berporos kepada ilmu & kecintaan, maka itu artinya barangsiapa yang lebih dalam pengenalannya dalam beriman kepada Allah, nama-nama, sifat-sifat-Nya serta -betul-betul meyakini- agama-Nya niscaya kelezatan yang akan dia rasakan tatkala berjumpa, bercengkeraman, memandang wajah-Nya & mendengar ucapan-ucapan-Nya juga semakin sempurna.
Adapun segala kelezatan, kenikmatan, kegembiraan & kesenangan -duniawi yang dirasakan oleh manusia- apabila dibandingkan dengan itu semua laksana setetes air di tengah-tengah samudera.
Oleh sebab itu, bagaimana mungkin orang yang berakal lebih mengutamakan kelezatan yang amat sedikit & sebentar bahkan tercampur dengan berbagai rasa sakit di atas kelezatan yang maha agung, terus-menerus & abadi.
Kesempurnaan seorang hamba sangat tergantung pada dua buah kekuatan ini; kekuatan ilmu & rasa cinta. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang Allah, sedangkan kecintaan yang paling tinggi adalah kecintaan kepada-Nya. Sementara itu kelezatan yang paling sempurna akan bisa digapai berbanding lurus dengan dua hal ini [ilmu & cinta],
Allahul musta’aan.”
(Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab al-Fawa’id, hal. 52)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman…” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud lezatnya iman ini antara lain adalah berupa kenikmatan yang dirasakan ketika menjalani ketaatan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan bahwa sosok manusia yang mampu mencapai derajat manisnya iman ini adalah orang yang di dalam hatinya tidak menyimpan perasaan tidak suka & benci kepada agama yang suci ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Allahu Akbar.......Ya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar